Kamis, 14 April 2011

Clonorchis sinensis

Trematoda Hati

Clonorchis sinensis


Sejarah
Cacing ini pertama kali ditemukan oleh Mc Connell tahun 1874 di saluran empedu pada seorang Cina di Kalkuta.

Hospes dan Nama penyakit
Manusia, kucing, anjing, beruang kutub dan babi merupakan hospes parasit ini. Penyakit yang disebabkannya disebut Klonorkiasis.

Distribusi Geografik
Cacing ini ditemukan di Cina, Jepang, Korea, dan Vietnam. Penyakit yang ditemukan di Indonesia bukan infeksi autotokton.

Morfologi dan daur hidup

Cacing dewasa hidup di saluran empedu, kadang-kadang ditemukan di saluran pankreas. Ukuran cacing dewasa 10- 25 mm x 3-5 mm, bentuknya pipih, lonjong, menyerupai daun. Telur berukuran kira-kira 30 x16 mikron, bentuknya seperti bola lampu pijar dan berisi mirasidium, ditemukan dalam saluran empedu.
Telur dikeluarkan melalui tinja. Telur menetas bila dimakan keong air atau Bulinus, Semisulcospira. Dalam keong air, mirasedia lalu serkaria. Serkaria keluar dari keong air dan mencari hospes perantara dua, yaitu ikan ( famili Cyprinidae). Setelah menembus tubuh ikan, serkaria melepaskan ekornya dan membentuk kista di dalam kulit dibawah sisik. Kista ini disebut metaserkaria.
Perkembangan larva dalam keong air sebagai berikut:
M?S?R?SK
Infeksi terjadi dengan makan ikan yang mengandung metaserkaria yang dimasak kurang matang. Ekskistasi terjadi di duodenum. Kemudian larva masuk kedalam duktus koledokus, lalu menuju kesaluran empedu yang lebih kecil dan menjadi dewasa dalam waktu sebulan. Seluruh daur hidup berlangsung selama tiga bulan.


Patologi dan Gejala Klinis
Sejak larva masuk disaluran empedu sampai menjadi dewasa, parasit ini dapat menyebabkan iritasi saluran empedu dan penebalan diding saluran. Selain itu dapat terjadi perubahan jaringan hati berupa radang sel hati. Pada keadaan kebih lanjut dapat timbul sirosis hati disertai asites dan edema.
Luasnya organ yang mengalami kerusakan bergantung pada jumlah cacing yang terdapat di saluran empedu dan lamanya infeksi.
Gejala dapat dibagi menjadi 3 stadium. Pada stadiidak ditemukan gejala. Stadium progresifum ringan ditandai dengan menurunya nafsu makan, perut rasa penuh, diare, edema, dan pembesaran hati. Pada stadium lanjut didapatkan sindrom hipertensi portal yang terdiri atas pembesaran hati, ikterus, asites, edema, sirosis hepatis. Kadang-kadang dapat menimbulkan keganasan dalam hati.

Diagnosis
Diagnosis ditegakan dengan menemukan telur yang terbentuk khas dalam tinja atau dalm cairan duodenum.

Pengobatan
Penyakit ini dapat diobati dengan prazikuantel.

Epidemiologi
Kebiasaan makan ikan yang diolah kurang matang merupakan faktor penting dalam penyebaran penyakit. Selain itu cara pemeliharaan ikan dan cara pembuangan tinja di kolam ikan penting dalam penyebaraan penyakit.
Kegiatan pemberantasan lebih ditujukan untuk mencegah infeksi pada manusia. Misalnya penyuluhan kesehatan agar orang makan ikan yang sudah dimasak dengan b aik serat pemakaian jamban yang tidak mencemari air sungai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar